Skip to main content

Demi Gula Yang Manis, Aku Berjanji

Hari itu adalah pertengahan bulan september. Daun-daun pohon jati masih berguguran. Kemarau panjang membuat para petani makin sering mengeluh. Sementara aku tergeletak lemas, sekarat. Terlalu sering kelompok kami bergeriliya saat kemarau tengah mencapai puncaknya. Aku hampir mati kali ini, terlalu banyak kehilangan darah. Tak ada persediaan air, semakin membuatku kacau. Kelompok kami tersisa 12 orang, Gofur tewas tertembak dan yang lain entah pergi kemana. Gempuran Belanda di Larangan memaksa kami mundur ke daerah hutan jati Kebandungan. 
Kasim dan aku selamat dari serangan Belanda saat malam hari di hutan. Itu merupakan serangan balasan Belanda karena kami berhasil mencuri senjata mereka di Pangkah minggu lalu. Sehabis kejadian di Pangkah dan Larangan, orang-orang lebih sering menyebutku prajurit. Padahal seberapa pantas nama prajurit bagiku jika hanya mencuri keahlianku. Sampai-sampai aku di percaya letnan Kardi untuk mencuri persenjataan Belanda di Pangkah ketika kelompok Geriliya dari Banyumas menyerang bagian selatan Tegal.

“Sungguh, peperangan itu sakit tuan.” Ucapku.
“Ya, memang. Tapi tahanlah sebentar. Kau akan terus hidup.” Jawab Letnan Kardi.
“Hidup untuk jaman seperti ini lebih sakit”
“Semangatlah! Ridwan akan kucarikan kuda ke Kertasari memberi kabar pada ayah dan ibumu, mereka pasti menanti kedatanganmu.”
“Ruyatmi, dia harus segera tau bahwa aku akan segera melamarnya”
“Kasdi! Ya, Ia akan segera sampai ke Pengerasan membawa pesanmu itu!”

***

Dulu, aku sering mendengarkan cerita para orang tua. Kisah Jaka Poleng membuatku amat yakin bahwa ruh-nya masih menjaga desa ini dari malapetaka. Ia memiliki ilmu mandraguna karena menemukan jimat kulit ular Poleng. Rakyat Brebes terutama sepanjang kali Pemali, sangat menghormatinya. Ia di perintahkan Bupati Brebes untuk terus mengabdi dan menjaga rakyat Brebes ketika menghilang bersama kulit ular tersebut.
Lalu pandanganku berubah ketika aku sadar bahwa selama ini perang terjadi antara pribumi dan kompeni. Terlalu banyak darah yang tertumpah. Senapan, pedang, mesiu dan dentuman meriam sering terdengar dan membuat resah penduduk. Setiap malam kami tak bisa tidur dengan nyenyak. Nampaknya Jaka Polengpun takluk akan iblis yang datang dari barat tersebut. Banyak kerabat kami hilang, di culik atau ikut bertempur melawan bangsa kulit putih. Mereka tak terima melihat para petani di Pangkah disiksa oleh bangsa pendatang untuk mendapatkan gula dari tebu-tebu yang mereka tanam sendiri. 
Sama halnya dengan wilayah Pangkah, nasib para petani kadipaten Brebes sangat memprihatinkan. Brebes memiliki 3 Onderneming gula, yakni di Jatibarang, Banjaratma, dan Wanasari. Dengan tiga pabrik gula para petani di daerah tersebut benar-benar di paksa untuk menanam jenis tanaman yang manis itu tanpa memperoleh hasil manis. Efek dari Program Cultuurstelsel pemerintah Hindia-Belanda memang sangat mengerikan bagi para pribumi. Banyak sekali mayat-mayat yang di buang begitu saja ke kali pemali, akibat kelaparan ataupun malaria. Sementara para Bupati, wedana, dan para priyayi begitu menikmati pajak yang di bayar mahal oleh masyarakat. Orang-orang Cina menjadi pelaku yang mengatur ekonomi daerah khususnya harga tebu dari para petani. Mereka adalah perantara antara petani dan pemerintah Belanda. Mereka terlihat picik, mengelabui para petani, mencari posisi aman dalam pemerintahan sejak Belanda hingga Jepang. 
Mendengar cerita sedih yang terjadi, aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanyalah orang buangan yang tak nampak cahayanya bagi sebagian warga desa. Aku ibarat bunga yang sudah layu sebelum berkembang. Pemuda dari desa yang miskin tak mengenal baca tulis tapi mengerti akan berhitung, nilai uang tentunya. Hanya calo kambing di pasar yang tak mengerti perjuangan. Hingga aku bertemu dengan Ramli, seorang pencopet dari Pekalongan. Aku mengenalnya hanya karena aku melihat ia sedang mencuri uang dari seorang pedagang Cina di pasar Tegal.  Ia terlihat tenang, tak sedikitpun membuat curiga sekelilingnya. Yang membuatku tertarik padanya adalah setelah ia mencuri, Ramli menyerahkan uang tersebut kepada pengemis sekitar 2 blok dari toko pedagang Cina tadi. Seluruhnya, tak terkecuali. 
  Sikap Ramli membuatku heran, aneh jika ada seseorang yang rela memberikan seluruh pendapatannya pada jaman yang susah ini. Aku mendekatinya dan akhirnya mengenalnya. Ia seorang anak raden dari desa Pasaleman yang masih dalam wilayah kesultanan Cirebon. Banyak hal yang ku pelajari saat bersama Ramli, ia mengajarkanku membaca, menulis dan membenci bangsa Eropa yang menindas pribumi. Melihat dan merasakan kesengsaraan ribuan rakyat miskin di berbagai daerah yang terus di peras keringat dan darahnya agar menghasilkan pundi-pundi uang bagi Belanda. Lewat ceritanya yang begitu meyakinkan, aku mengerti tentang gagahnya Diponegoro yang memimpin perlawanan di Yogyakarta. 
17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan terdengar dikumandangkan oleh Soekarno di Jakarta dan membakar semangat rakyat di penjuru tanah air. Kebencian yang telah tertanam kepada para priyayi dan penindasan kepada rakyat kecil khususnya para petani wilayah Karesidenan Pekalongan marah. Mereka menerobos masuk Kawedanan, dan Pendopo Kabupaten di wilayah Tegal, Brebes, dan Pemalang. Para petani dan pemuda merasa kesal dan merusak serta membunuh gologan priyayi yang membela kepentingan penjajah. Etnis Cina paling banyak yang menjadi korban. Anak gadis mereka di perkosa, sementara yang lain disiksa dan dibunuh. Masyarakat menuduh bahwa orang-orang Tionghoa itu yang mengatur harga tebu dan merugikan petani sejak dahulu. 
Dasar-dasar Militer aku peroleh saat bergabung bersama Tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA) ketika Jepang Berkuasa. Ramli menolak saat aku mengajaknya untuk bergabung. Menurutnya, ia tak cocok untuk ikut militer dan berperang. 
“Jalan perjuangan bangsa tidaklah harus dengan cara perang”
Entah, sejak kapan ia mulai berfikir seperti itu. Tapi aku tahu, ia pasti akan tetap membela tanah air ini. Hingga mulutnya berhenti berucap kata-kata yang membakar semangat kami karena mati. 
Sejak kemerdekaan di proklamasikan, PETA di bubarkan. Aku ikut menjadi bagian Tentara Keamanan Rakyat. Hanya berselang beberapa bulan setelah kemerdekaan Belanda Kembali datang, terjadi beberapa perundingan antara Soekarno dan Belanda  yang tak begitu kumengerti.
Untuk wilayah Cibinbin hingga Larangan ikut satuan Divisi Siliwangi yang pimpin oleh Surya Dengkul. Penamaan TKR  berubah Menjadi Tentara Nasional Indonesia. Saat bergerilya itulah aku bertemu dengan wanita yang begitu menarik perhatianku. Aku masih teringat senyumanmu yang membuat senja amat begitu memikat pada waktu itu. Kau menyapaku saat kumandang adzan magrib, tertunduk malu, tapi masih mengumbar senyum.  Itu adalah anugerah tuhan yang pertama kusyukuri lewat panca indraku. 
Ruyatmi, nama itu terus kupikirkan hingga saat ini. Aku bertemu dengannya di Bangbayang, kawedanan Bantarkawung. Aku ingat hari itu hari pasar. Wedana Bantarkawung menyambut baik prajurit Geriliya yang singgah demi mempertahankan kemerdekaan. Hanya kurang dari satu jam, sungguh perasaan dalam hati ini tak bisa di tolerir. Aku jatuh cinta, ya, pada seorang gadis desa bernama Ruyatmi. Ku beranikan diri untuk mengenalnya, aku mengikutinya hingga kelompok pedagang dari Pengarasan tersebut beristirahat di Ci gunung. Awalnya ia takut, tapi setelah kujelaskan anggota prajurit gerilya responnya membaik. Seminggu, atas dorongan teman-temanku aku beranikan diri menyatakan cinta padanya. 
“Sehabis magrib, akan kutemui kau” ucapku.
“Untuk apa? Apa harus aku menunggu hanya untuk menemuimu hingga hilang senja ini?
Gemetaran, bulu kuduk ini merinding saat mendengar seorang wanita yang berani berucap seperti itu. 
“Aku mencintaimu Ruyatmi” tegasku
“Seorang prajurit tak pantas berucap seperti itu, wanita di sini sudah terbiasa mendengar perkataan itu dari seorang tentara.”
“lalu apakah aku tak layak untuk mencintaimu?”
“Hanya ucapan yang kau berikan?”
“Baik, setelah aku kembali ke larangan. Aku akan menemuimu dan meminangmu”
Tuhan, apa yang baru saja ku ucapkan? Aku telah berjanji pada seorang wanita. Apa kata letnan Surya jika mendengar janjiku ini? Dia akan geram dan pasti mengirimku ke dalam pertempuran.
“Semoga Janjimu itu tak sebesar julukanmu, tentara.”
Senja bergulir pada malam yang hening. Tak ada bulan malam itu, ini sesuai dengan keadaanku. Aku masih belum percaya, kejadian sore tadi. Ah, itu gurauan yang terlalu serius!

***
Setibanya di Larangan, aku di perintahkan untuk menyerang pabrik Gula Pangkah dan mencuri senjata Belanda. Penyerangan tersebut berhasil, beberapa senjata dapat dibawa walau tak sedikit korban luka. 
Malam berikutnya, Belanda yang tak terima dengan kekacauan tersebut menyerang pertahanan Kelompok kami di Larangan. Tentara Belanda datang tak terduga dari arah barat, kabarnya mereka diberi tahu seseorang penghianat. Banyak prajurit yang gugur, dan kabur ke arah selatan. Aku terkena tembakan di kaki dan lengan. 
Dalam perjalanan terngiang janjiku kepada seorang perempuan yang membuatku berjuang untuk terus hidup. Darah ini terus mengalir, Kasim menggendongku dan memberikan semangat. Sungguh, berat rasanya jika harus mati sebelum bertemu dengan perempuan itu, Ruyatmi. Aku sungguh rela mati demi negara ini, tapi tidak untuknya. Aku harus hidup menyelesaikan janji prajurit, bukan kepada negara. Tapi seorang wanita!
Aku dan 11 orang lainnya berhasil selamat dari gempuran tersebut. Nafasku tersengal, keringat dingin mulai bercucuran. Terlalu lama kami berjalan, mataku mulai berkunang-kunang. Tembakan di kaki dan lenganku memperlambat laju kami. Akhirnya di putuskan untuk berhenti di hutan jati. Kurasa ini yang dinamakan sekarat. Sesekali nafas tersendat.



Bantarkawung, 30 September 2014
Ammar Akbar Fauzi

Comments

Popular posts from this blog

Once Upon a Time In America : Hembusan Kenangan Kelam Mafia

Walau saya baru tahu bahwa film ini sebenarnya berdurasi 269 menit (4 jam 29 menit), itu tak mengendurkan saya untuk mengagumi film ini.  Masih beruntung saya mendapatkan film dengan durasi 229 menit (3 Jam 49 menit),  karena ada yang lebih mengerikan jika dikaitkan sejarah editing film ini. Film Once Upon Time in America yang rilis di amerika pada tanggal 1 Juni 1984 hanya menyisakan durasi film 139 menit! Bisa di bayangkan betapa sakitnya sang sutradara Sergio Leone ketika melihat filmnya sendiri. Once Upon Time in America adalah film yang dapat membuat penonton mengkerutkan dahi mereka. Pasalnya banyak scene cukup membuat bingung, mungkin pengaruh proses cutting, atau saya yang kurang mengerti isi cerita film ini. Alur film non-kronologis (1920-1960), serta cerita lebih banyak di gambarkan dengan kilas balik. Film ini menceritakan kisah hidup Noodles (Scot Tiller-Robert De Niro) anak jalanan di Kawasan Manhattan yang berjuang bertahan hidup dengan jalan menjadi...

Guns Akimbo, Urakan juga Brutal

Penyihir sudah amat melekat dengan Daniel Radcliffe. Sejak 2001 hingga 2011 dia tampil di layar lebar dengan film Harry Potternya. Jika di total Radcliffe sudah bermain untuk 8 film Harry Potter Universe. Film Sebanyak itu membuat sosoknya tidak mudah lepas dengan karakter lugu dan logat britishnya Harry Potter. Kali ini dia mencoba karakter baru di film terbarunya Guns Akimbo . Sutradara Jason Lei Howden menunjuk Samara Weaving sebagai lawan main juga musuh Redcliffe di dalam film yang penuh dengan aksi ini. Cerita di film ini mengisahkan hidup Miles yang di perankan cukup bagus oleh Radcliffe. Dia adalah seorang pekerja di salah satu pengembang game, introvert juga pecundang yang bahkan gagal move on dari mantan pacarnya namun galak di dunia maya. Karena salah satu Troll (nyinyir)nya, dia di buru oleh kelompok pengembang situs streaming Real Deathmatch yang bernama Skizm dan di paksa ikut dalam permainan hidup mati yang brutal. Keseruan di mulai ketika Miles bangu...

Juragan Haji: Meraih Cerita Pendek yang Kaya Konflik

Cover Buku Juragan Haji  Judul Buku   : Juragan Haji Penulis           : Helvy Tiana Rosa Penerbit        : Gramedia Tahun            : Agustus, 2014 Tebal              : 188 Halaman M emang sudah tampak isi yang akan dicurahkan Helvy Tiana Rosa dalam buku ini. Tema islami akan terlintas pada benak calon pembaca sejak melihat sampul buku yang terpampang di toko. “Juragan Haji” merupakan judul kumpulan cerpen karya Helvy yang terbit di bulan Agustus 2014 lalu. Beliau memang sudah menjadi nama yang kondang dalam jagat sastra, terutama dalam mengangkat tema-tema islam kontemporer dan sosial. Segudang karya yang ditulisnya mendapat perhatian para pemerhati sastra Indonesia bahkan dunia. Selain itu, Helvy juga terbilang aktif dalam perkumpulan serta organisasi seni dan sastra.  Terlepas dari kegiatan dan keseriusan Helvy di dunia kesusastraan, kum...