Walau saya baru tahu bahwa
film ini sebenarnya berdurasi 269 menit (4 jam 29 menit), itu tak mengendurkan
saya untuk mengagumi film ini. Masih
beruntung saya mendapatkan film dengan durasi 229 menit (3 Jam 49 menit), karena ada yang lebih mengerikan jika
dikaitkan sejarah editing film ini. Film Once Upon Time in America yang
rilis di amerika pada tanggal 1 Juni 1984 hanya menyisakan durasi film 139
menit! Bisa di bayangkan betapa sakitnya sang sutradara Sergio Leone ketika
melihat filmnya sendiri.
Once Upon Time in America
adalah film yang dapat membuat penonton mengkerutkan dahi mereka. Pasalnya
banyak scene cukup membuat bingung, mungkin pengaruh proses cutting, atau saya
yang kurang mengerti isi cerita film ini. Alur film non-kronologis (1920-1960),
serta cerita lebih banyak di gambarkan dengan kilas balik.
Film ini menceritakan kisah
hidup Noodles (Scot Tiller-Robert De Niro) anak jalanan di Kawasan Manhattan
yang berjuang bertahan hidup dengan jalan menjadi mafia. Noodles tidak sendiri,
ia berjuang bersama teman-temannya, Patrick "Patsy" Goldberg (Brian
Bloom), Phillip "juling "Stein (Adrian Curran), Maximilian Bercovicz
(Rusty Jacobs), Little Dominic dan Fat Moe (Mike Monetti). Mereka Berjanji akan
tetap bersama, mengumpulkan uang dari hasil pekerjaan yang mereka simpan di
loker stasiun. Noodles akhirnya masuk penjara akibat menikam Bugssy, Saingan
mereka yang menembak mati Little Dominic.
Setelah Noodles bebas, Max
dan Kawan-kawan telah berhasil membangun grup mafia. Mereka bersama-sama
membesarkan kelompok ini sampai akhirnya Max berencana untuk merampok Bank
Federal. Noodles beranggapan bahwa hal itu merupakan tindakan bunuh diri. Atas
keyakinan Carol (kekasih Max), Noodle melaporkan kepada polisi rencana
perampokan tersebut. Max dan kawan-kawannya terbunuh akibat baku tembak dengan
polisi.
Film ini sepenuhnya
bercerita tentang masa kelam, kenangan Noodles tentang perjalanan hidupnya yang
panjang dan berliku. Warna asmara Noodle dengan Deborah (adik Fat Moe)
merupakan bagian dari cerita yang cukup unik. Entah, tapi mungkin pendapat
pribadi perjalanan cinta mereka merupakan influence kisah Great Gatsby
karya F. Scott Fitzgerald.
Yang menarik di film ini
adalah persoalan Opium sebagai "hembusan" kenangan. Penghubung antara
masa lalu Noodles dengan masa depan. Awalan film di buka dengan adegan Noodles
yang sedang bersembunyi di tempat para pecandu opium, Begitupun penutup. Scene
terakhir saat ketika noodle tersenyum saat menghisap oppium.
Memang efek Opium ini terasa
sangat kental ketika suara telepon masuk yang terus berdering ketika noodle
menghisap jenis narkoba idaman pada masa itu. Bahkan saat adegan berganti
menjadi noodle tua yang sendang di terminal, suara telpon terus berdering. Efek
penggunaan opium yang begitu dahsyat membawa noodle berjalan-jalan dengan
kenangannya dan juga menjadi penghubung kepada masa depan ketika ia menua.
Sergio Leone memang cukup rapih
dalam menata kepingan kenangan yang menjadi batu di hati Noodles. Penonton diajak
untuk berputar melewati waktu untuk melihat kejanggalan cerita, masa-masa terburuk
dan bahagia noodles. Tetapi saya merasakan film ini ditutup dengan final yang
kurang menggemaskan. Konflik yang ditata begitu rumit diakhiri dengan kurang greget. Memang, cukup mengejutkan ketika
penonton mengetahui bagaimana max bisa hidup dalam bayangan kelam serta berganti
nama menjadi Mr. Bailey. Pengakuan Max serta penyesalannya seakan di tempar
kembali oleh Noodles dengan pengakuan pengaduan perampokan terakhir kepada
polisi. Dengan legowo, noodles membiarkan keadaannya mengambang tanpa
penyelesaian.
Sontak saya berfikir, Sergio
Leone pernah ke Jawa dengan membuat karakter legowo-nya Noodle yang notabene orang amerika dan dibesarkan dengan
kekerasan. Toh, kesenian Wayang jawa lengkap dengan gamelan memang di
perlihatkan Serigo leone di awal dan akhir film bersama dengan hembusan “kenangan”
opium Noodles. Wayang yang merupakan Simbol cerita yang panjang, rumit, penuh
liku-liku dan Spritualis berhasil di sampaikan oleh sang sutradara. Sayangnya,
penempatan pagelaran wayang tersebut di kedai Opium yang kental dengan
orang-orang Cina. Itu cukup mengecewakan bagi orang jawa seperti saya.
Walau dengan segala
kekurangan yang ada, Film ini sangat berhasil membuat saya, sebagai penonton
kagum. Menambah kekaguman saya terhadap film-film lawas. Selain musik instrumen
pengiring yang apik dari Ennio Morricone. Film ini memiliki Kekuatan karakter,
jalan cerita yang panjang, kelam nan rumit ala mafia, serta lemparan waktu tak akan
membuat bosan Once Upon a Time In America.
ada lagu 'Yesterday the beatles' ikut nyelip di film ini bri
ReplyDelete