Skip to main content

PK, Satir yang dekat di kehidupan


Sebenarnya sudah terlampau kadaluarsa untuk membahas Film Bollywood  yang di bintangi Aamir Khan ini. Film PK rilis di akhir tahun 2014, sedangkan saya baru menulis di bulan April 2015. Walau saya sudah menontnya januari lalu, saya baru menulis ini karena sudah banyak blogger lain yang sudah menulisnya, serta aman dari cercaan FPI dan lolos sensor KPI. Mungkin Film ini bakal susah tayang di televisi karena adanya KPI serta FPI membentuk koalisi LPI (Liga Premier Indonesia) :P

PK adalah garapan Film Rajkumar Hirani yang dulu pernah berhasil dengan Film bertajuk membongkar tradisi sistem sosial di India dan berujung Klimaks :v, 3 Idiots. Kembali Bersama Aamir Khan, Hirani berhasil memperoleh kontroversialnya di akhir tahun 2014. PK berujung dengan nyaringnya bunyi multikulturalisme dan kekacauan di media masa india awal tahun 2015. Memang Hirani sekali lagi menghajar paradigma sempit mengenai keyakinan lewat filmnya ini. PK terkesan film yang ringan jika hanya sekedar menonton. Mengusung film bergenre Komedi, Hirani kembali berhasil menyampaikan pesan yang sebenarnya persoalan di film PK dekat dengan kita sebagai manusia.

Scene PK (ste.india.com)

 Plot

Karakter Peekay (mabuk) yang di perankan Aamir sukses seperti peran-peran di film yang lain. Bercerita tentang makhluk asing yang datang ke bumi untuk mempelajari kehidupan manusia. Ia bertemu dengan hal-hal yang baru dan mengejutkan bagi seorang alien. Namun remote (atau mungkin bisa di sebut ponsel alien) PK hilang dicuri orang. Ia berpetualang memahami kehidupan manusia sekaligus terus mencari remote tersebut guna dapat memanggil pesawatnya dan kembali ke planet asal. Petualangan PK disini diisi dengan pemahaman ia bahwa masyarakat india memiliki banyak sekali warna kehidupan. Ia menemukan bahwa manusia mempunyai berbagai macam keyakinan dan tradisi yang di anut setiap orang. Disini Hirani berani mengeksplorasi pendapat mengenai multicultural dengan bumbu komedi.

Plot cerita berlanjut dengan bertemunya PK dengan Jaggu (Anushka Sharma) yang berprofesi sebagai reporter televisi. Jaggu pernah menjalin cinta dengan Sarfaraz Yousuf (Sushant Singh Rajput) yang berasal dari Pakistan dan beragama islam. Namun cinta itu kandas karena bertentangan dengan keyakinan keluarga. Yang unik disini hadirnya tokoh Tapasvi Maharaj (Saurabh Shukla) salah satu tokoh yang dipercaya sebagian besar pengikutnya adalah titisan tuhan. Ia berhasil menarik masyarakat india untuk menjadi pengikut alirannya. Tiga tokoh ini menjadi fondasi cerita yang menjadikan klimaks menjadi renyah.

Di akhir cerita, PK, Jaggu, dan Tapasvi bertemu dalam suatu acara yang didaulat oleh produser acara tersebut sebagai momentum kehancuran Tapasvi. PK yang punya pandangan unik tentang keyakinan sengaja di pertemukan dengan Tapasvi yang sudah memiliki ribuaan jamaah. Acara tersebut membahas mengenai prinsip keyakinan, agama dan cinta.


 Undermission

Ada Istilah “Wrong Numbers” yang terus diserukan PK hingga akhir Film ini. “Nomor yang Salah” adalah istilah yang menandakan pola pikir manusia yang salah mengartikan sesuatu. Di Film ini menjelaskan, Walaupun keyakinan dan ritual merupakan hal yang mutlak tetapi ada persepsi salah yang diutarakan Tapasvi. Hirani mencoba menyajikan permasalahan yang lumrah terjadi di masyarakat, tentang masyarakat yang mudah terbawa arus (sekedar ikut-ikutan) tanpa mereka menyadari apa yang sebenarnya mereka lakukan. Konsep Filosofis yang ingin dibagikan kepada penonton film ini tergambar jelas dengan beberapa adegan para jamaah Tapasvi yang mulai menolak ajarannya. Mereka mulai merekam, ajaran-ajaran yang sebenarnya salah dan mengirimkannya kepada TV lokal. Dengan begitu, penonton mudah memahami bahwa sebenarnya segala seseuatu yang akan kita serap sebagai keyakinan harus dengan pengetahuan yang lebih dalam. 
Beberapa adegan yang hadir banyak yang menggelitik. Seperti pendapat PK yang harus menggunakan helm kuning agar mudah ditemukan tuhan. Hal tersebut terlihat sederhana karena diambil dari konsep TAXI yang pada umumnya berawarna kuning. Atau saat PK berusaha mencari rumah tuhan yang lain, sungguh hal tersebut merupakan keindahan dalam ragam budaya manusia.

Film ini menyajikan hal yang sebenarnya dekat dengan keseharian kita. Konsep multikultural, tentang berbagai macam tradisi, keyakinan adalah warna yang begitu indah di dunia ini. Tanpa harus bermusuhan, perang, atau diskriminasi sesungguhnya rasa kemanusiaan yang pasti diajarkan semua agama dan tradisi. Film yang begitu menggelitik, namun berani mengancam persepsi “Wrong Number” yang sudah lumrah terjadi di kehidupan kita. 
Semoga film ini menyadarkan beberapa kawan indonesia yang sekedar ngikut suatu aliran tanpa tahu apa dasar yang mereka lakukan. :P 


Comments

Popular posts from this blog

Once Upon a Time In America : Hembusan Kenangan Kelam Mafia

Walau saya baru tahu bahwa film ini sebenarnya berdurasi 269 menit (4 jam 29 menit), itu tak mengendurkan saya untuk mengagumi film ini.  Masih beruntung saya mendapatkan film dengan durasi 229 menit (3 Jam 49 menit),  karena ada yang lebih mengerikan jika dikaitkan sejarah editing film ini. Film Once Upon Time in America yang rilis di amerika pada tanggal 1 Juni 1984 hanya menyisakan durasi film 139 menit! Bisa di bayangkan betapa sakitnya sang sutradara Sergio Leone ketika melihat filmnya sendiri. Once Upon Time in America adalah film yang dapat membuat penonton mengkerutkan dahi mereka. Pasalnya banyak scene cukup membuat bingung, mungkin pengaruh proses cutting, atau saya yang kurang mengerti isi cerita film ini. Alur film non-kronologis (1920-1960), serta cerita lebih banyak di gambarkan dengan kilas balik. Film ini menceritakan kisah hidup Noodles (Scot Tiller-Robert De Niro) anak jalanan di Kawasan Manhattan yang berjuang bertahan hidup dengan jalan menjadi mafia. N

Sekilas Tentang Defamiliarisasi

Dengan meminjam konsep tentang seni dehabitualisasi, Suminto A Sayuti menegaskan kembali tentang fungsi seni. Fungsi seni adalah untuk men-dehabitulize persepsi kita, yakni untuk membuat objek tertentu hidup kembali (Suminto, 2008). Defamilairisasi adalah konsep dimana sastra merupakan bentuk pengecualian kepada kata-kata yang biasa pada umumnya. Defamiliarisasi merupakan lawan dari keakraban, berarti hal-hal yang asing. Bahasa pada sastra juga merupakan hasil kontruksi defamiliarisasi dari pengarangnya. Pada awalnya konsep defamiliarisasi digunakan oleh kaum formalis untuk mempertentangkan karya sastra dengan kehidupan atau kenyataan sehari-hari. Kecenderungan tersebut awalnya hanya digunakan dalam puisi saja, namun di kemudian hari mereka berupaya untuk memadukan unsur defamiliarisasi ke dalam bentuk karya sastra yang lain. Dalam kerutinan ajaran sehari-hari, persepsi kita dan respon kita akan realitas menjadi basi dan membosankan. Menurut kaum formalis, sifat kesastraan muncul s

Juragan Haji: Meraih Cerita Pendek yang Kaya Konflik

Cover Buku Juragan Haji  Judul Buku   : Juragan Haji Penulis           : Helvy Tiana Rosa Penerbit        : Gramedia Tahun            : Agustus, 2014 Tebal              : 188 Halaman M emang sudah tampak isi yang akan dicurahkan Helvy Tiana Rosa dalam buku ini. Tema islami akan terlintas pada benak calon pembaca sejak melihat sampul buku yang terpampang di toko. “Juragan Haji” merupakan judul kumpulan cerpen karya Helvy yang terbit di bulan Agustus 2014 lalu. Beliau memang sudah menjadi nama yang kondang dalam jagat sastra, terutama dalam mengangkat tema-tema islam kontemporer dan sosial. Segudang karya yang ditulisnya mendapat perhatian para pemerhati sastra Indonesia bahkan dunia. Selain itu, Helvy juga terbilang aktif dalam perkumpulan serta organisasi seni dan sastra.  Terlepas dari kegiatan dan keseriusan Helvy di dunia kesusastraan, kumpulan cerpen "Juragan Haji" memiliki daya tarik tersendiri. Beliau menyajikan bentuk cerpen sebagai pembelajaran d