Dengan meminjam konsep tentang seni dehabitualisasi, Suminto A Sayuti menegaskan kembali tentang fungsi seni. Fungsi seni adalah untuk men-dehabitulize persepsi kita, yakni untuk membuat objek tertentu hidup kembali (Suminto, 2008). Defamilairisasi adalah konsep dimana sastra merupakan bentuk pengecualian kepada kata-kata yang biasa pada umumnya. Defamiliarisasi merupakan lawan dari keakraban, berarti hal-hal yang asing. Bahasa pada sastra juga merupakan hasil kontruksi defamiliarisasi dari pengarangnya. Pada awalnya konsep defamiliarisasi digunakan oleh kaum formalis untuk mempertentangkan karya sastra dengan kehidupan atau kenyataan sehari-hari. Kecenderungan tersebut awalnya hanya digunakan dalam puisi saja, namun di kemudian hari mereka berupaya untuk memadukan unsur defamiliarisasi ke dalam bentuk karya sastra yang lain. Dalam kerutinan ajaran sehari-hari, persepsi kita dan respon kita akan realitas menjadi basi dan membosankan.
Menurut kaum formalis, sifat kesastraan muncul sebagai akibat penyusunan dan penggubahan bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan efek mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Dengan begitu sastra merupakan teks yang berbeda dengan yang biasanya. Ada faktor yang menjadikan sastra bermakna dan lebih dibanding teks biasanya.
Proses defamiliarisasi hampir menyusup di segala bidang pada sastra. Dari mulai novel, roman, prosa, dan segala jenis teks di bidang sastra. Puisi adalah salah satu karya sastra yang didalamnya menerapkan defamiliarisasi. Sebagai sastra tertua, puisi memiliki kelebihan dibidang permainan bahasa, tapi bukan sekedar mempermainkan melainkan untuk memperoleh makna baru. Sebagai contoh, mari simak puisi yang di ambil dari kumpulan puisi Tuhan Aku lupa menulis sajak cinta.
Di Sebuah Ruang tunggu
Mungkin, kau sekedar bunga plastik
Bagiku. Tanpa akar tapi menumbuhkan
Pokok kecemasan di langit-langit impian
Aku merasa kemarau oleh keinginan
Yang kau ciptakan. Hingga kupikir kamu
Tak paham filosofi sebab setiap kali kutunggu
Tak selembar pun daun jatuh. Dan tanah
Di ujung kakiku seperti gelisah. sepertiku
Dewadaru, 2002
Terlihat jelas deotomatisasi dalam puisi karya Hasta Indriyana. Jika dilihat dari strukturanyapun berbeda dengan teks pada umumnya. Kalimat tanpa akar tapi menumbuhkan kecemasan di langit-langit impian. Kalimat tersebut terasa aneh terdengar di banding teks pada umumnya. Jika subjeknya bunga plastik, mana mungkin punya akar akan tetapi ada sesuatu yang tumbuh. Kalimat ini merupakan alternatif untuk memperoleh makna dan sifat artistik. Disini pembaca akan berfikir tentang kalimat yang asing terdengar. Proses ini akan memakan persepsi para pembaca dan juga proses pemaknaan. engan teknin penyingkapan rahasia, pembaca dapat meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang dipergunakan pengarang. Teknik-teknik itu misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang, atau mengulur-ulur suatu kisah sehingga menarik perhatian karena tidak dapat ditanggapi secara otomatis.
Sajak Sebelum Ibu meninggal
Kita tak usah bermimpi menjadi pelangi
Yang berlam-lama melengkungi
Langit mimpi-mimpi kita sore hari
Gerimis juga seleret matahari sebentar
Langit langsir. Pamit meniggalkan
Taman-taman puisi
Angin di udara, lelawa yang berkebar
Lalu hati kita ditimbun petang. Diam cemara
Dan manding di pematang kita catat
Di pinggir kecemasan yang mengahampar
Sementara kisah nawangwulan entah
Kapan sampai pada anak cucu
Karangmalang, 2002
Lalu hati kita di timbun petang, sebuah kata yang asing untuk kita dengar. Permajasan yang begitu melekat pada puisi. Suminto A sayuti (2008) menjelaskan sarana defamiliarisasi berperan untuk menarik perhatian kepada bentuk itu sendiri. Artinya, sarana itu memaksa pembaca untuk mengabaikan ramifikasi sosial dengan mengarahkan perhatian pada proses defamiliarisasi sebagai elemen seni. Jika diterapkan pada puisi diatas terlihat jelas kata-kata yang rancu dan memaksa pembaca untuk sekilas melupakan sesuatu yang real. Gaya bahasa yang menonjol atau menyimpang dari yang biasa, menggunakan teknik cerita yang baru, membuat sesuatu yang umum menjadi aneh atau asing inilah yang akan membuat karya sastra itu menjadi lebih indah dan berseni itulah defamiliarisasi.
Menurut kaum formalis, sifat kesastraan muncul sebagai akibat penyusunan dan penggubahan bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan efek mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Dengan begitu sastra merupakan teks yang berbeda dengan yang biasanya. Ada faktor yang menjadikan sastra bermakna dan lebih dibanding teks biasanya.
Proses defamiliarisasi hampir menyusup di segala bidang pada sastra. Dari mulai novel, roman, prosa, dan segala jenis teks di bidang sastra. Puisi adalah salah satu karya sastra yang didalamnya menerapkan defamiliarisasi. Sebagai sastra tertua, puisi memiliki kelebihan dibidang permainan bahasa, tapi bukan sekedar mempermainkan melainkan untuk memperoleh makna baru. Sebagai contoh, mari simak puisi yang di ambil dari kumpulan puisi Tuhan Aku lupa menulis sajak cinta.
Di Sebuah Ruang tunggu
Mungkin, kau sekedar bunga plastik
Bagiku. Tanpa akar tapi menumbuhkan
Pokok kecemasan di langit-langit impian
Aku merasa kemarau oleh keinginan
Yang kau ciptakan. Hingga kupikir kamu
Tak paham filosofi sebab setiap kali kutunggu
Tak selembar pun daun jatuh. Dan tanah
Di ujung kakiku seperti gelisah. sepertiku
Dewadaru, 2002
Terlihat jelas deotomatisasi dalam puisi karya Hasta Indriyana. Jika dilihat dari strukturanyapun berbeda dengan teks pada umumnya. Kalimat tanpa akar tapi menumbuhkan kecemasan di langit-langit impian. Kalimat tersebut terasa aneh terdengar di banding teks pada umumnya. Jika subjeknya bunga plastik, mana mungkin punya akar akan tetapi ada sesuatu yang tumbuh. Kalimat ini merupakan alternatif untuk memperoleh makna dan sifat artistik. Disini pembaca akan berfikir tentang kalimat yang asing terdengar. Proses ini akan memakan persepsi para pembaca dan juga proses pemaknaan. engan teknin penyingkapan rahasia, pembaca dapat meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang dipergunakan pengarang. Teknik-teknik itu misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang, atau mengulur-ulur suatu kisah sehingga menarik perhatian karena tidak dapat ditanggapi secara otomatis.
Sajak Sebelum Ibu meninggal
Kita tak usah bermimpi menjadi pelangi
Yang berlam-lama melengkungi
Langit mimpi-mimpi kita sore hari
Gerimis juga seleret matahari sebentar
Langit langsir. Pamit meniggalkan
Taman-taman puisi
Angin di udara, lelawa yang berkebar
Lalu hati kita ditimbun petang. Diam cemara
Dan manding di pematang kita catat
Di pinggir kecemasan yang mengahampar
Sementara kisah nawangwulan entah
Kapan sampai pada anak cucu
Karangmalang, 2002
Lalu hati kita di timbun petang, sebuah kata yang asing untuk kita dengar. Permajasan yang begitu melekat pada puisi. Suminto A sayuti (2008) menjelaskan sarana defamiliarisasi berperan untuk menarik perhatian kepada bentuk itu sendiri. Artinya, sarana itu memaksa pembaca untuk mengabaikan ramifikasi sosial dengan mengarahkan perhatian pada proses defamiliarisasi sebagai elemen seni. Jika diterapkan pada puisi diatas terlihat jelas kata-kata yang rancu dan memaksa pembaca untuk sekilas melupakan sesuatu yang real. Gaya bahasa yang menonjol atau menyimpang dari yang biasa, menggunakan teknik cerita yang baru, membuat sesuatu yang umum menjadi aneh atau asing inilah yang akan membuat karya sastra itu menjadi lebih indah dan berseni itulah defamiliarisasi.
Comments
Post a Comment